Wakil Ketua Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyelidiki dugaan permintaan uang oleh eks Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, terkait praktik pengamanan situs judi online (judol).
Dugaan keterlibatan Budi Arie dalam pengamanan situs judol baru-baru ini diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan terhadap sejumlah terdakwa eks pegawai Kementerian Kominfo.
"Oleh karenanya, adalah lebih baik jika Jaksa Penuntut Umum, kemudian yang dari pidana umum, ini berkoordinasi dengan Pidsus. Dan juga KPK, apakah memang ada indikasi, ada petunjuk bahwa penerimaan uang kepada saudara Budi Arie ini," kata Kurniawan saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Minggu (25/5/2025).
Kurniawan menilai kasus ini seharusnya ditangani oleh KPK dan Kejagung karena dugaan permintaan jatah 50 persen dari pengamanan situs judol termasuk dalam kategori tindak pidana khusus, korupsi berupa suap.
"Bahwa memang dalam kasus judi online-nya itu ditangani oleh pidana umum. Tetapi ketika ada penerimaan, baik penerimaan fisik atau janji-janji dari pejabat negara, maka itu masuk ranah tindak pidana korupsi," jelasnya.
Menurut Kurniawan, penyelidikan dapat dimulai dengan memantau proses persidangan para terdakwa eks pegawai Kominfo—yang kini telah berganti nama menjadi Komdigi—di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Mereka bisa melakukan proses-proses minimal penyelidikan terlebih dahulu, tidak harus langsung ke penyidikan. Jadi seperti itu. Jadi saya berharap KPK kemudian Jampidsus juga memantau proses persidangan judi online yang di Jakarta Selatan ini," ujarnya.
Sebelumnya, dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (14/5/2025), Budi Arie disebut meminta jatah 50 persen dari praktik pengamanan situs judi online. Praktik ini melibatkan sejumlah eks pegawai Kominfo: Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhjiran alias Agus.
Jaksa menyebut Budi meminta Zulkarnaen mencarikan orang untuk mengumpulkan data situs judi online. Zulkarnaen kemudian memperkenalkan Adhi Kismanto, yang diterima bekerja di Kominfo meski tidak bergelar sarjana, atas atensi langsung dari menteri.
Adhi kemudian terlibat dalam proses seleksi daftar situs yang akan diblokir, dengan tujuan menjaga agar situs yang membayar tidak ikut diblokir. Praktik ini melibatkan kerja sama antara pegawai internal dan pihak eksternal.
"Terdakwa dan para pelaku sepakat membagi hasil. Sebesar 50 persen diberikan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi," demikian bunyi surat dakwaan.
Zulkarnaen juga disebut menggunakan kedekatannya dengan Budi untuk meyakinkan pihak lain.
"Saya teman dekat Pak Menteri," kata Zulkarnaen kepada salah satu terdakwa, sebagaimana tertuang dalam dakwaan.
Ketika praktik ini sempat terhenti pada April 2024, Zulkarnaen disebut menemui Budi di rumah dinas Menkominfo di kawasan Widya Chandra, Jakarta, untuk meminta restu agar aktivitas tersebut dilanjutkan. Permintaan itu disebut disetujui.
"Terdakwa kemudian menemui Menteri Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra dan mendapatkan restu untuk melanjutkan praktik," bunyi dakwaan.
Total situs yang berhasil diamankan dari pemblokiran disebut mencapai lebih dari 10.000 situs, dengan perputaran dana hingga puluhan miliar rupiah.
Menanggapi hal tersebut, Budi Arie membantah keterlibatan dirinya dalam pengamanan situs judi online. Ia menyebut tudingan bahwa dirinya menerima jatah 50 persen sebagai fitnah yang diorkestrasi oleh pihak tertentu.
"Ini kan lagu lama kaset rusak. Kan pertama kali saya tahu saya cuma ketawa ngakak, makin enggak masuk akal nih fitnahnya, karena saya enggak tahu soal 50 persen itu," kata Budi Arie dalam sebuah siniar, Kamis (22/5/2025).
Budi menuding ada pihak yang sengaja menjual namanya dalam kasus ini. Ia menegaskan tidak pernah meminta ataupun ditawari bagian dari hasil pengamanan situs tersebut.
"Saya enggak tahu bahwa saya ternyata punya. Kan bisa ditanya mereka, pernah nggak mereka nawarin, pernah nggak saya minta, pernah nggak saya minta 'eh mana punya saya 50 persen'? Tanya tuh mereka, pasti enggak, baik langsung maupun tidak langsung," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa saat diperiksa di Bareskrim Polri, tidak ada pertanyaan terkait jatah 50 persen. "Enggak (presentase 50 persen), pernah menerima atau janji, saya bilang enggak pernah," katanya.
Budi menilai dakwaan tersebut sebagai bagian dari permainan politik dan menyebut dirinya sedang diframing sebagai gembong judi online.
"Mau mem-framing bahwa judi online ini gembongnya saya, padahal saya orang yang paling serius memberantas judi online. Ini kan jadi tebalik-balik nih," ujarnya.
"Publik diframing seolah-olah bahwa Budi Arie lah gembong judi online, padahal saya orang yang paling serius memberantas judi online loh," tambahnya.
Bahkan, ia mengklaim dirinya lebih serius daripada ketua umum partai tertentu dalam memberantas judi online. "Dibanding ketua umum partai, ngomong judi online juga enggak, ngerti judi online enggak, gimana tuh. Ketum partai, kita nyebutnya partai mitra judol, jangan dibalik-balik," ujarnya tanpa menyebut nama partai yang dimaksud.
https://www.inilah.com/dugaan-permintaan-uang-budi-arie-dalam-pengamanan-judol-harus-diselidiki-kpk-dan-kejagung-didesak-pantau-sidang
No comments:
Post a Comment