Zona News (ZNN) | Pakar Hukum Abdul Fickar meyakini
kasus dugaan korupsi kuota haji yang kini tengah ditelusuri Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menyasar ke dugaan keterlibatan eks Menteri
Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut.
Sebab ia percaya, kebijakan
pengalihan kuota haji reguler ke khusus, tidak hanya keputusan dirjen haji
semata, melainkan di tingkat menteri.
"Saya ngerti Dirjen atau
Direktur itu tidak bisa berbuat apa-apa, ketika diperintahkan oleh menteri
umpamanya. Karena itu perbuatan ini bisa perbuatan yang dilakukan oleh beberapa
orang, tetapi pengambil kebijakannya adalah kementerian. Dan menteri ini harus
mempertanggungjawabkan sebagai tindak pidana korupsi," ujar Fickar
kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin
(23/6/2025).
Fickar mengatakan, tindakan
pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus sudah barang tentu merugikan
masyarakat. Selain itu, disisi lain menjadi ladang cuan yang berujung pada
kerugian negara.
"Siapa yang berkuasa atau
yang mengambil keputusan pada waktu itu? Umpamanya menteri, menterinya siapa?
Kalau sekarang Pak Nazaruddin, sebelumnya Pak Yaqut. Kapan itu terjadinya? Maka
orang-orang itulah sebenarnya yang paling bertanggung jawab," kata dia.
Fickar mengatakan, bila
keuntungan jatah haji reguler itu sepenuhnya didapat negara, sementara haji
khusus atau haji plus pasti masuk ke pihak swasta. Hal ini lah yang kemudian
berdampak pada kerugian negara. Kini, sambung dia, KPK tinggal menelusuri saja
siapa pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari kebijakan itu.
"Kalau istilah lagu Bengawan
Solo itu, air mengalir sampai jauh. Kemana saja itu setoran-setoran dari
program jemaah haji khusus itu masuknya kemana? Apakah murni ke negara atau
masuk ke kantong-kantong oknum-oknum tertentu umpamanya? Bisa ke kantong
menteri, ke kantong dirjen, atau ke kantong direktur, atau ke kantong yang
lain," kata dia.
Peluang
Memeriksa Gus Yaqut
Sebelumnya, KPK membuka peluang
untuk memanggil mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam rangka
penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo,
mengatakan pihaknya masih mendalami dan mengumpulkan keterangan dari para saksi
lain dalam kasus ini. Materi pertanyaan terhadap Yaqut akan disusun berdasarkan
hasil pemeriksaan saksi-saksi sebelumnya sebelum dilakukan pemanggilan.
"Kita tunggu dulu prosesnya,
karena penyelidik masih mendalami juga keterangan-keterangan yang sudah
disampaikan saksi sebelumnya," kata Budi kepada awak media di Gedung Merah
Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (23/6/2025).
Menurut Budi, peluang pemanggilan
Yaqut cukup besar guna membuat terang perkara dugaan korupsi penyelenggaraan
haji di masa kepemimpinannya, khususnya pada tahun 2024.
"Tentu KPK membuka peluang
kepada pihak-pihak siapa saja yang memang mengetahui dari konstruksi perkara
ini untuk kemudian dipanggil dan dimintai keterangannya,” ucapnya.
KPK diketahui tengah menyelidiki
dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024 yang
terjadi pada masa kepemimpinan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Sejauh ini, lima
kelompok masyarakat telah melaporkan dugaan tersebut ke KPK.
"Sebagaimana yang
disampaikan Pak Plt Deputi (Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep
Guntur Rahayu), laporan masyarakat mengenai dugaan TPK kuota haji saat ini
masih dalam proses penyelidikan," kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto,
Jumat (20/6/2025).
Kelima pelapor adalah Gerakan
Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU), Front Pemuda Anti-Korupsi, Mahasiswa
STMIK Jayakarta, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (AMALAN
Rakyat), serta Jaringan Perempuan Indonesia (JPI). Laporan tersebut disampaikan
pada awal Agustus 2024.
"KPK harus melakukan
pemeriksaan secara mendalam dan meluas terkait dugaan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) kuota haji karena telah merugikan masyarakat yang antre puluhan
tahun," kata Koordinator AMALAN Rakyat, Raffi, di Gedung Merah Putih KPK,
Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).
Menurut Raffi, perkara ini
bermula dari kesepakatan Rapat Panja Haji tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah
Haji (BPIH) 2024 yang digelar bersama Menag Yaqut pada 27 November 2023. Dalam
rapat tersebut disepakati bahwa kuota haji Indonesia tahun 2024 adalah 241.000
jemaah, dengan rincian 221.720 jemaah reguler (sekitar 92%) dan 19.280 jemaah
khusus (sekitar 8%).
Namun, dalam Rapat Dengar
Pendapat Komisi VIII DPR bersama Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20
Mei 2024, terungkap bahwa Kementerian Agama secara sepihak mengubah kuota
tersebut menjadi 213.320 jemaah reguler (88,5%) dan 27.680 jemaah khusus (11,5%).
Artinya, terdapat pengalihan sebanyak 8.400 kuota dari jemaah reguler ke jemaah
khusus tanpa persetujuan DPR.
Raffi menyebut kebijakan ini
melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan
Umrah, yang menetapkan bahwa kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen dari
total kuota nasional.
Sementara itu, Ketua KPK, Setyo
Budiyanto, menyampaikan bahwa dugaan korupsi terkait kuota haji khusus tak
hanya terjadi pada tahun 2024, melainkan juga terjadi di tahun-tahun
sebelumnya.
Untuk tahun 2024, Panitia Khusus
(Pansus) Angket Haji DPR RI mengklaim telah menemukan sejumlah kejanggalan
dalam pelaksanaan ibadah haji.
Salah satu yang disorot Pansus adalah pembagian kuota 50:50 terhadap alokasi tambahan sebanyak 20.000 kuota haji yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Saat itu, Kementerian Agama membagi tambahan kuota tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
No comments:
Post a Comment