Menteri Vs Wakil Menteri - Zona News

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Tuesday, August 19, 2025

Menteri Vs Wakil Menteri


ZONA NEWS (ZNN) | Politik pembangunan rumah rakyat kini menghadirkan drama baru. 

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, dengan lantang membuka fakta: APBN 2025 hanya menyiapkan Rp 850 miliar, dana yang bahkan tidak menyentuh angka Rp 1 triliun. 

Anggaran ini hanya mampu merenovasi sekitar 35–40 ribu rumah rakyat. 

Di sisi lain, Menteri Maruarar Sirait (Ara) justru tampil dengan jargon bombastis: 3.000 unit rumah subsidi untuk wartawan sudah disiapkan, bahkan digadang-gadang sebagai prestasi sejak ia baru sebulan menjabat.

Pertanyaannya: siapa yang sedang bermain retorika, dan siapa yang berbicara dengan pijakan realitas fiskal?

 

1. Fahri Hamzah: Realisme Anggaran

Fahri tak segan-segan menyatakan bahwa program besar 3 juta rumah rakyat mustahil direalisasikan melalui APBN 2025. 

Sebab, APBN tahun ini masih warisan rezim sebelumnya, dengan plafon terbatas, belum disesuaikan dengan arah kebijakan baru Presiden Prabowo.

Itulah sebabnya, program masif baru mungkin terwujud pada 2026, setelah pemerintah menyusun postur fiskal baru. 

Dengan kata lain, Fahri menegaskan batas realitas: anggaran bukanlah sekadar janji, melainkan soal hitung-hitungan yang ketat.

 

2. Maruarar Sirait: Klaim Politik yang Terburu-buru

Kontras dengan Fahri, Ara justru bermain di panggung simbolik. 

Di hadapan wartawan, ia menyebut 1.000 unit rumah subsidi sudah disiapkan dan akan ditambah jadi 3.000 unit. 

Narasi ini seolah hendak menegaskan kecepatan kerja dan kepedulian politik terhadap insan pers. 

Padahal, jika menilik data konkret, yang baru terealisasi hanyalah sekitar 100 unit rumah diserahterimakan dan 124 wartawan tercatat sebagai debitur.

Dengan kata lain, klaim “3.000 unit” lebih tepat disebut janji yang diperbesar gaungnya, bukan prestasi yang telah nyata berdiri di lapangan.

 

3. Bakuhantam Retorika: Realisme vs Imajinasi

Pernyataan Fahri Hamzah, meski terdengar pahit, adalah bentuk tamparan realitas. 

Ia mempermalukan retorika Maruarar dengan cara halus namun tegas: anggaran 2025 tidak cukup untuk menopang klaim spektakuler seperti 3.000 unit, apalagi 3 juta rumah.

Fahri menunjukkan angka, Ara menunjukkan jargon. 

Fahri bicara keterbatasan, Ara menjual kemungkinan. Dan di sinilah publik berhak bertanya: apakah kita butuh ilusi politik, atau transparansi fiskal?

 

4. APBN 2025: Tidak Mungkin Jadi Mesin Mimpi

 

APBN 2025 ibarat mesin tua yang sudah di-setting sebelum Prabowo resmi memimpin. Ia tidak dirancang untuk menopang ambisi 3 juta rumah, apalagi janji-janji baru. 

Dengan hanya Rp 850 miliar untuk renovasi rumah rakyat, target yang realistis hanyalah puluhan ribu rumah, bukan jutaan.

Maka ketika Ara menjanjikan ribuan unit khusus untuk kelompok tertentu, publik melihat kontradiksi: bagaimana mungkin anggaran yang seret bisa menanggung janji spektakuler? 

Bukankah itu justru membuka ruang kecurigaan bahwa politik simbolik lebih dominan daripada politik pembangunan?

 

Penutup: Antara Ilusi dan Realitas

Pertarungan narasi ini memperlihatkan dua wajah pemerintahan baru. 

Fahri Hamzah tampil sebagai pengingat bahwa pembangunan membutuhkan perhitungan fiskal, bukan sekadar klaim. 

Sementara Maruarar Sirait hadir dengan gaya populis, menjual angka yang terdengar menggiurkan namun tidak sejalan dengan daya dukung APBN.

Di ujungnya, publik yang akan menilai: apakah ingin dipimpin oleh narasi realistis yang mungkin terasa getir, atau oleh janji manis yang rapuh ketika berhadapan dengan kalkulasi anggaran negara?

 

 Sumber

  



No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here