Zona News (ZNN) | Tak pernah reda, justru kian menderas, polemik dugaan ijazah palsu Jokowi terus menggelinding.
Terbaru, pada Sabtu, 27 September 2025,
di kanal YouTube Refly Harun, dalam video berjudul “CIVITAS
AKADEMIKA UGM MELAWAN! GAK PERCAYA STATEMEN REKTOR, DUKUNG BONGKAR IJAZAH JKW!”,
suara-suara keras terdengar.
Sebagian besar civitas akademika
Universitas Gadjah Mada (UGM) disebut menolak pernyataan rektor, dan justru
mendukung pembongkaran dugaan ijazah palsu milik mantan Presiden Joko Widodo
(Jokowi).
Dokter Tifa menegaskan
bahwa dukungan terhadap upaya timnya bukan hanya datang dari kalangan luar,
tetapi juga dari internal kampus.
Sebagian besar civitas akademika
mendukung penelitian Dokter Tifa dkk
“Kami tidak saja mendapatkan dukungan
dari civitas akademika di UGM level internal. Kami juga mendapatkan dukungan
yang luas sekali dari mahasiswa-mahasiswa,” kata Dokter Tifa.
Ia menyebut pertemuannya dengan simpul
alumni UGM di luar Keluarga Alumni Gajah Mada (Kagama), termasuk alumni
magister dan doktor, semakin memperkuat keyakinan.
Menurut Dokter Tifa, sebagian besar
civitas akademika dan alumni sejalan dengan hasil penelitian yang mereka
lakukan.
“Mereka mempercayai hasil penelitian
kami bahwa dokumen Jokowi itu adalah fake,” ujarnya.
Namun, ia menekankan bahwa masih ada
“oknum UGM” yang disebut-sebut melindungi dugaan kepalsuan dokumen tersebut.
“Kami diminta untuk terus berbesar hati
karena yang saat ini masih melindungi soal kepalsuan dari dokumen itu hanyalah
oknum UGM, pihak internal yang tidak mewakili seluruh civitas akademika,”
tambahnya.
Dari sisi hukum, tim Dokter Tifa
berjanji terus mengejar kejanggalan yang muncul dalam gelar perkara
khusus.
Mereka bahkan telah mengirim surat
resmi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk meminta izin membuka dokumen
terkait, sesuai undang-undang.
Roy Suryo, mantan
Menteri Pemuda dan Olahraga sekaligus penyusun undang-undang perlindungan data
pribadi, ikut angkat bicara.
Ia menyoroti surat KPU DKI
Jakarta tertanggal 22 September 2025 yang menyatakan ijazah termasuk
data pribadi.
Menurut Roy, KPU tidak konsisten karena
hanya mengutip Pasal 17 Huruf H UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, tanpa menyertakan Pasal 18 yang memungkinkan pembukaan
data untuk jabatan publik.
“Masa KPU sebagai suatu lembaga yang
tertinggi... tidak paham membaca undang-undang. Jadi parsial undang-undang di
situ,” kritiknya.
Ia juga menegaskan bahwa ijazah bukan
data pribadi khusus menurut UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan
Data Pribadi.
“Ijazah sama sekali tidak termasuk di
situ. Saya termasuk yang menyusun itu dan itu ada di naskah akademiknya,” tegas
Roy.
Tim hukum menilai surat KPU DKI
hanyalah “test the water”, sehingga mereka menunggu jawaban resmi dari KPU
Pusat.
Desakan bentuk TGPF dan advokasi ke DPR
Dokter Tifa menilai respons dari UGM
dan KPU menunjukkan ketidakkonsistenan serius.
Ia mengusulkan pembentukan Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) oleh Presiden jika aparat penyidik tidak berani
melanjutkan kasus ini.
“Kalau memang masih ada indikasi bahwa
penyidik tidak berani, kita minta kepada Bapak Presiden untuk membentuk tim
TGPF khusus masalah ijazah ini,” ujarnya.
Selain itu, tim juga sudah mengadvokasi
isu ini ke DPR, khususnya Komisi 1, 3, dan 10.
Rencananya, buku berjudul Jokowi’s
White Paper akan dikirim ke 575 anggota DPR sebagai bahan kajian.
Kasus dugaan ijazah palsu Jokowi bukan
sekadar polemik akademik, melainkan juga menyentuh ranah politik dan
hukum.
Di tengah sorotan publik, dukungan dari
sebagian civitas akademika UGM dianggap sebagai energi baru.
Sementara itu, publik menunggu tindak
lanjut resmi dari KPU, aparat penegak hukum, hingga Presiden Prabowo Subianto.
Kontroversi ini belum menemukan titik
akhir, namun gaungnya semakin keras: benarkah ijazah Jokowi palsu?

No comments:
Post a Comment