Zona News (ZNN) | Vonis 4,5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Perdaga ngan Thomas Trikasih Lembong menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan.
Salah satu suara kritis datang
dari tokoh nasional dan mantan Sekretaris BUMN, Said Didu, yang
mempertanyakan logika putusan Majelis Hakim dalam kasus yang menjerat
Tom Lembong terkait kebijakan impor gula.
Dalam pernyataannya, Said Didu
mengaku bingung dengan dasar hukum vonis tersebut.
Ia menyebut ada tiga kejanggalan
besar dalam putusan yang dinilainya berbahaya, tidak hanya bagi Tom Lembong,
tapi juga untuk masa depan pengambilan kebijakan di Indonesia.
Menurut Said, salah satu poin
dalam vonis menyebutkan bahwa kerugian negara timbul karena adanya keuntungan
bagi pihak swasta yang bekerja sama dengan BUMN.
Ia mempertanyakan dasar logika
ini, dan menyinggung berbagai proyek besar era Presiden Jokowi.
"Coba
bayangkan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, tol, bandara, semua itu
kerja sama BUMN dan swasta. Kalau seperti ini, mantan Presiden Jokowi juga bisa
dianggap merugikan negara, karena pihak swasta juga mendapat untung," ujarnya
dengan nada heran.
Said juga menekankan bahwa
kebijakan impor gula, yang menjadi dasar dakwaan, bukan merupakan ranah
kewenangan Menteri Perdagangan sepenuhnya.
Ia menegaskan bahwa kerja sama
antara BUMN dan pihak swasta merupakan aksi korporasi yang berada di bawah
otoritas Kementerian BUMN, bukan Kementerian Perdagangan.
"Kebijakan
itu bukan wewenang Tom Lembong. Tapi kenapa justru dia yang dihukum? Ini
mencederai logika institusi dan tanggung jawab jabatan," tegasnya.
Yang paling ditekankan oleh Said
Didu adalah tidak adanya niat jahat (mens rea) dan tidak ditemukan bukti adanya
kickback atau keuntungan pribadi yang diterima oleh Tom Lembong.
Ia menyebutkan bahwa dalam banyak
kasus korupsi, unsur kickback atau grati- fikasi menjadi indikator
utama, namun hal itu tidak terbukti dalam kasus ini.
"Selama
saya empat tahun di KPK, saya paling takut kalau ada kerugian negara tapi
tidak ada kickback. Karena itu bisa berarti kriminalisasi kebijakan. Tom
Lembong tidak menerima apa pun!" ujarnya
disambut tepuk tangan para hadirin.
Tim kuasa hukum Tom Lembong pun
angkat suara menanggapi vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor
Jakarta.
Mereka menilai putusan hakim
sepenuhnya mengabaikan fakta-fakta persidangan dan hanya mengcopy-paste
tuntutan jaksa.
"Tidak ada
satu pun bukti niat jahat. Bahkan, dalam persidangan, para ahli menyatakan
bahwa kebijakan impor gula ini tidak melanggar aturan yang berlaku. Tapi semua
itu diabaikan oleh hakim," ujar kuasa hukum Tom
Lembong, Ari Yusuf Amir.
Disebutkan juga bahwa banyak
pernyataan saksi yang berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) juga tidak
dipertimbangkan.
Bahkan ada saksi yang dalam BAP
menyebut Tom sebagai pimpinan rapat dengan swasta, namun di persidangan justru
membantah pernah menyebut hal tersebut.
Tim hukum juga menyoroti
inkonsistensi hakim yang menyebut pelanggaran terhadap Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Rakortas, padahal Perpres tersebut tidak mencantumkan
aturan terkait pokok perkara.
Baik Said Didu maupun tim kuasa
hukum menyuarakan kekhawatiran yang lebih dalam terhadap dampak sistemik dari
putusan ini.
Mereka menilai, jika pejabat
negara bisa dihukum karena sebuah kebijakan tanpa bukti keuntungan pribadi,
maka akan muncul ketakutan luas di kalangan birokrat.
"Kalau ini
dibiarkan, 5-10 tahun mendatang para menteri dan pejabat akan takut mengambil
keputusan. Akibatnya, roda pemerintahan bisa macet. Negara bisa
lumpuh," tegasnya.
Menurut mereka, tidak ada
kejelasan batas antara tindakan administratif dan tindak pidana korupsi.
Apalagi ketika keuntungan swasta
dalam bisnis sah dianggap sebagai kerugian negara.
Meskipun masih dalam tahap
evaluasi, tim hukum Tom Lembong menyatakan kemungkinan besar akan mengajukan
banding atas vonis tersebut.
"Putusan ini bukan hanya soal Tom Lembong, tapi soal keadilan dan kepastian hukum di negeri ini. Kalau tidak dikoreksi, dampaknya bisa sangat luas bagi siapa pun yang terlibat dalam pengambilan kebijakan," tegasnya.
Kasus ini berawal dari kebijakan
impor gula pada masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan.
Jaksa menuduh bahwa kebijakan
tersebut menyebabkan kerugian negara karena menguntungkan pihak swasta
tertentu.
Namun dalam persidangan, tidak
ditemukan adanya aliran dana ke Tom Lembong, maupun niat jahat dalam
pengambilan kebijakan tersebut.
No comments:
Post a Comment